Suka memakai jaminan kesehatan gratis yang sedang ngetren saat ini? Baca ini dulu yuk.
Sudah dua kali dalam tahun itu, Alm Bapak saya masuk rumah sakit. Perekonomian keluarga semakin memburuk karena memang saat itu Bapak sudah lebih dari satu tahun pensiun. Uang pensiunpun sudah menipis. Kamipun berfikir untuk membuat surat keterangan miskin karena jujur, penyakit bapak adalah penyakit yang perlu perawatan rutin yang menghabiskan uang juga tenaga sementara daya kami tidak ada. Hal ini pun didukung oleh seorang tetangga yang kebetulan ayahnya dirawat disana. Ia pun kemudian bercerita bagaimana pelayanan rumah sakit terhadap ayahnya. Dengan nada kesal dan setengah marah, ia berujar pelayanan rumah sakit yang buruk dan meminta uang yang cukup besar saat menebus obat. Ia pun tidak lupa menirukan caranya marah pada pihak rumah sakit yang meminta uang padanya saat menebus obat padahal ia sudah menunjukkan jaminan kesehatan untuk orang miskin dan mewanti-wanti agar nanti ibu saya tidak membayar sama sekali jika memakai jaminan sakti itu. Hati ibu saya semakin was-was. Mendengar hal itu, ia pun akhirnya mengurungkan niatnya membuat surat miskin. Akhirnya ia meminta pertolongan pada saudara. Untungnya mereka dengan ikhlas membantu.
Hari pun berlalu, penyakit Bapak bukalah penyakit yang masuk rumah sakit langsung sembuh. Butuh checkup setiap bulan dan minum obat setiap hari seumur hidupnya, itu kata dokter. Uang hasil pinjamanpun semakin berkurang. Lagi-lagi terlintas dipikiran untuk menggunakan jaminan kesehatan bagi orang miskin. Namun, perbedaan pun dirasakan. Pertama masalah pelayanan, resep dibawa sendiri. Itu bukanlah masalah bagi kami. Kedua, obat yang seharusnya diberikan dalam resep, tidak dicantumkan padahal obat itu adalah obat yang wajib diminum. Ibu saya pun bertanya dan akhirnya sang dokterpun menjelaskan dengan bangga (mungkin karena ibu saya kritis) bahwa obat itu tidak di subsidi oleh jaminan kesehatan bagi orang miskin yang ibu saya bawa. Akhirnya ibupun membelinya karena tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan itu.
Hal ini pun ternyata terjadi pada tetangga saya yang baru saja melahirkan secara sesar. Awalnya ia memakai jaminan kesehatan semacam itu, yang sedang ngetren sekarang. Namun, bekas oprasi tidak kunjung sembuh. Ia pun dibawa kerumah sakit dikampungnya tanpa jaminan kesehatan alias bayar sendiri. Sang dokter pun marah mengira tetangga saya lalai menjaga kesehatan. Lalu diketahuilah akhirnya bahwa obat yag seharusnya diminum dan dioleskan tidak dimasukkan kedalam resep.
Dari kejadian diatas, bukan berarti saya menyuruh Anda untuk tidak menggunakan jaminan kesehatan bagi orang miskin (atau apalah namanya) tetapi yang perlu Anda lakukan adalah kritis bukannya marah-marah dan ingin menggratiskan semuanya seperti kasus ayah tetangga saya yang dirawat dirumah sakit. Jaminan sakti itu seperti jaminan kesehatan lainnya yang ada syarat dan ketentuannya. Mungkin karena banyaknya anggapan memakai jaminan kesehatan bagi orang miskin = gratis, membuat orangpun malas menjelaskannya. Kenapa malas, ia kalau 1 orang, jika yang menggunakan ada puluhan orang setiap harinya, bisa berbusa mulutnya. Belum lagi jika orang itu tidak mau mengerti dan menerima hal itu dengan lapang dada, dokter dan rumah sakitlah yang menjadi pelampiasan.
So, apakah anda sudah tidak salahpaham lagi?